Senin, 22 Desember 2008

KAKAO- Menanjak dipicu menurunnya pasokan



Harga kakao mengalami peningkatan tertinggi dalam 1 minggu seiring dengan focus perhatian pelaku pasar pada menurunya pasokan dari Pantai Gading sebagai penanam terbesar di Dunia. Harga kakao di tingkat petani Makasar mengalami peningkatan Rp.469/kg atau 2.36% menjadi Rp.20.344/kg .


Ekspor kakao dari Pantai Gading untuk pengapalan November mengalami kejatuhan 30% dari tahun sebelumnya.Pengapalan biji kakao jatuh 79.297 mt dari sebelumnya 113,193 ton, menurut data pasokan di Pelabuhan Abidjan dan San Pedro kemarin.


Kakao kontrak Maret menanjak 16pound atau 0.9% menjadi 1,806 pound ($2,706) di Liffe. Biji kakao menanjak 8.1% pada minggu ini, peningkatan terbesar sejak akhir minggu pada 21 Nov dan sudah mananjak 73% pada tahun ini.

Ekspor kakao dari Abidjan jatuh 31,864 ton dari 58,494 ton tahun sebelumnya, sementara di Barat San Pedro mengapalkan 47,433 ton, turun 54,699 ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Nilai ekspor produk kakao Indonesia dan turunannya diperkirakan akan mengalami penurunan pada kuartal IV-2008. Penyebabnya dipicu oleh permintaan yang mulai menurun di pasar internasional dan turunnya produksi kakao nasional.Selain itu, kasus-kasus default (gagal beli) dibeberapa negara tujuan ekspor menjadi pelengkap penurunan ekspor kakao Indonesia ke beberapa negara.

Menurut informasi Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Kinerja ekspor kakao akan terpengaruh di kuartal terakhir dibandingkan dengan kuartal III, II dan I, akan drop sampai 30% hingga 40% secara value.Harga kakao masih cukup baik dan dapat diterima oleh para petani. Kisaran harga kakao sepanjang tahun 2008 ini berada dikisaran US$ 1700 per ton sampai US$ 2000 per ton.

Sekarang ini harganya US$ 2000 per ton walaupun sempat US$ 3000 per ton, petani masih senang sehingga tidak berada di posisi menahan, tapi posisi untuk menjual dan ptimistis kalau target ekspor kakao dan turunan pada tahun 2008 masih berada di kisaran US$ 1 miliar dengan volume tidak lebih dari 500.000 ton.

Para petani kakao termasuk yang paling beruntung karena masih mendapatkan perhatian pemerintah, ditandai dengan suntikan dana hingga Rp 2,7 triliun untuk peremajaan kebun atau revitalisasi kakao. Rencananya program ini akan berlangsung hingga 3 tahun sejak tahun 2009 nanti.

Program ini, efeknya secara volume pasti akan turun, luasnya sampai 200.000 hektar kemungkinan akan menurunkan produksi hingga 100.000 ton.Meskipun di titik lokasi perkebunan yang berada di luar sentra kakao seperti Papua, Nusa Tenggara, pada tahun depan sudah mulai ada tanaman baru yang akan berproduksi sebagai kompensasi dampak peremajaan perkebunan kakao di kawasan lain terutama Sulawesi.

Rencana pemerintah untuk menempatkan Indonesia sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia mendapatkan tantangan. Produktiftas biji kakao Sulawesi, yang biasanya menyumbang 80 persen ekspor kakao Indonesia, akan menurun, sehingga kontribusi kakao Sulawesi terhadap ekspor nasional akan turun sepuluh persen. Akibatnya, produksi kakao Indonesia dikhawatirkan akan menurun dari 500.000 ton per tahun menjadi 460.000 ton per tahun.

Pada saat ini, areal kopi dan kakao telah menyebar ke seluruh Indonesia, masing-masing seluas 1,2 juta hektare dan 900 ribu hektare. Pusat produksi kopi terutama di Sumatera dan Jawa. Sedangkan kakao tersebar di Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.


Tidak ada komentar: