Senin, 24 November 2008

KAKAO- Melejit dipicu melemahnya Dollar dan menurunnya pasokan



Harga kakao pada perdangan kemarin melejit dipicu jatuhnya dollar yang menarik komoditi US dan dipicu laporan yang menyatakan penurunan out put di Pantai Gading sebagai produsen terbesar, sementara Indonesia-produser kedua terbesar di dunia – akan melakukan peremajaan kembali tanaman kakaonya.

Nilai tukar US mengalami kejatuhan 2.7% terhadap kumpulan 6 mata uang utama setelah pemerintah US mengumumkan jaminan sebesar $306 miliar kepada Citigroup Inc terhadap asset bermasalahnya. Sementara itu laporan dari Pantai Gading menyatakan, panen di Pantai Gading hampir tidak mencapai 1 juta mt pada musim ini, turun dari 1.4 juta ton di akhir 30 September.

Menurut data di Departemen Pertanian, harga kakao unfermented di tingkat pengumpul Kab. Muara enim dijual pada harga Rp.10.500/kg, sementara untuk kakao yang fermented dihargai Rp. 12.500/kg.

Harga kakao berjangka kontrak Maret mengalami peningkatan $41 atau 2% menjadi $2,086 per mt di ICE New York, prosentase kenaikan terbesar untuk kontrak aktif sejak 18 November. Curah hujan yang tinggi dan hama black pod yang menjadi pemicu utama berkurangnya hasil panen di Pantai Gading. Ekspor Oktober mengalami kejatuhan 93% dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,020 ton.

Komoditi yang lain seperti gula, kopi dan kapas juga mengalami peningkatan. CRB index yang memuat 19 raw material melejit 5.4%, peningkatan terbesar sejak 29 Oktober.

Pemerintah Indonesia memutuskan akan memacu peremajaan tanaman kakao untuk mengatasi krisis global yang berdampak pada anjloknya harga kakao. Saat harga minyak mentah meroket, harga kakao sempat menyentuh Rp 25.000/kg namun setelah terjadi krisis global, harga komoditi itu anjlok menjadi Rp. 17.000 /kg.

Revitalisasi kakao akan diikuti upaya perluasan pasar ekspor ke negara selain Amerika dan Eropa, serta penguatan pasar domestic. Selama ini Amerika Serikat dan Eropa menjadi tujuan utama pasar ekspor kakao. Tahun depan, pemerintah akan mendorong perluasan ekspor kakao ke Timur Tengah, Asia, Afrika, China, India, Rusia dan Jepang.

Saat ini luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1,44 juta hektar, dengan produksi sekitar 779,186 ton. Sementara ekspor kakao tahun 2007 mencapai 665.429 ton dengan nilai US$ 950 juta. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ke dua di dunia setelah Pantai Gading. Revitalisasi ini akan dilakukan pada 70 ribu hektar areal kakao di Sulawesi. Pasalnya, selama ini Sulawesi merupakan penghasil kakao terbesar di Indonesia, yakni 63,3% produksi nasional. Program ini dilakukan bertahap selama tiga tahun mulai 2009 hingga 2011.

Lahan kakao di Sulawesi saat ini tercatat seluas 912.918. Sayangnya, dari luas tersebut sebanyak 45 ribu hektare terserang hama penyakit, dengan rincian 70 ribu ha rusak berat, 235 ha rusak sedang dan 145 ha rusak ringan. Apabila revitalisasi tidak segera dilakukan, maka potensi kehilangan hasil bisa mencapai Rp5,4 triliun per tahun.

Dana yang diperlukan untuk peremajaan kakao di Sulawesi tersebut, diperkirakan mencapai Rp 13,7 triliun. Namun pemerintah hanya akan menganggarkan dana dari APBN sebesar Rp2,5 triliun. sementara sisanya akan dilakukan melalui program revitalisasi perkebunan, ataupun oleh petani dan pengusaha.

Produksi kakao di Sulawesi setiap tahun mengalami penurunan akibat hama penyakit. Untuk tahun 2005 produksinya tercatat 149,3 ribu ton, kemudian tahun 2006 produksi menurun hanya mencapai 144,5 ribu ton dan tahun 2007 turun lagi hanya menjadi 120,7 ribu ton. Namun secara nasional produksi kakao naik, karena ditopang kenaikan produksi di daerah-daerah selain Sulawesi

Produksi kakao secara nasional pada tahun 2005 mencapai 748,8 ribu ton, kemudian tahun 2006 mencapai 769,4 ribu ton dan tahun 2007 mencapai 779,2 ribu ton. Sementara luas total tanaman kakao seluruh Indonesia mencapai 1,44 juta hektare. Di Sulawesi mencapai 913 ribu hektare, Sumatera mencapai 238,7 ribu hektare, Jawa mencapai 77,1 ribu hektare. Kawasan NTT, NTB dan Bali mencapai 58,2 hektare, Kalimantan mencapai 52,1 hektare dan Maluku serta Papua mencapai 103 ribu hektare

Tidak ada komentar: